BERITA INFO INHIL - Wacana relaksasi kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang dilontarkan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD, menyulut kontroversi baru di tengah pandemik virus corona baru (Covid-19).
Pasalnya, kebijakan yang digadang-gadang mampu menanggulangi wabah asal Wuhan, China ini, justru seolah-olah diragukan kualitasnya oleh pemerintah pusat sendiri.
Begitulah yang diungkapkan pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Indonesia Bambang Istianto, saat dihubungi Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (5/5).
"Pemerintah sendiri mulai merasa khawatir dengan kebijakan yang dibuatnya sendiri. Melalui pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD mewacanakan dilakukan relaksasi PSBB," demikian Bambang Istianto berujar.
Lebih lanjut, Direktur Eksekutif Center of Public Policy Studies (CPPS) ini menilai, pernyataan Mahfud MD tidak tepat jika menjadikan macetnya roda ekonomi masyarakat sebagai alasan relaksasi kebijakan PSBB.
"Dalam membuat suatu kebijakan tentunya sudah dihitung implikasi yang akan terjadi. Sebenarnya kebijakan PSBB akan berimpilkasi terhadap roda perekonomian terhenti merupakan keniscayaan," ungkap Bambang Istianto.
Justru menurutnya, pemerintah sudah seharusnya menyiapkan segala instrumen, baik regulasi maupun infrastruktur ekonomi untuk menerapkan suatu kebijakan penanganan Covid-19.
Misalnya ketika memutuskan penerapan PSBB, mestinya kebutuhan pokok dan penghidupan masyarakat sehari-hari bisa dipastikan tercukupi.
Bambang Istianto mencontohkan pelaksanaan kebijakan PSBB di DKI Jakarta, yang sudah berjalan pada fase kedua dan akan berakhir tanggal 22 Mei 2020 mendatang.
Katanya, selama PSBB berlangsung banyak reaksi masyarakat yang beragam. Mulai dari jengkel, putus asa, jenuh ketika berada di rumah, karena tidak bisa mencari nafkah.
"Sedangkan persediaan kebutuhan sehari hari menipis, membuat masyarakat semakin menjerit. Kondisi tersebut tentunya juga dialami di daerah yang sudah melaksanakan PSBB," terangnya.
Hal yang sebaliknya justru akan terjadi, jika pemerintah mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari masyarakat selama PSBB. Misalnya terkait reaksi masyarakat tidak akan berlebihan menanggapi kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, dan atau tidak stress selama berada di rumah.
"Karena itu, bantuan sembako dan BLT (bantuan langsung tunai) yang memadai selama diterapkan PSBB harus dipastikan. Karena wacana relaksasi PSBB yang disampaikan oleh Mahfud MD adalah bentuk inkonsistensi kebijakan," demikian Bambang Istianto.
Sumber: rmol.id
Pasalnya, kebijakan yang digadang-gadang mampu menanggulangi wabah asal Wuhan, China ini, justru seolah-olah diragukan kualitasnya oleh pemerintah pusat sendiri.
Begitulah yang diungkapkan pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Indonesia Bambang Istianto, saat dihubungi Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (5/5).
"Pemerintah sendiri mulai merasa khawatir dengan kebijakan yang dibuatnya sendiri. Melalui pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD mewacanakan dilakukan relaksasi PSBB," demikian Bambang Istianto berujar.
Lebih lanjut, Direktur Eksekutif Center of Public Policy Studies (CPPS) ini menilai, pernyataan Mahfud MD tidak tepat jika menjadikan macetnya roda ekonomi masyarakat sebagai alasan relaksasi kebijakan PSBB.
"Dalam membuat suatu kebijakan tentunya sudah dihitung implikasi yang akan terjadi. Sebenarnya kebijakan PSBB akan berimpilkasi terhadap roda perekonomian terhenti merupakan keniscayaan," ungkap Bambang Istianto.
Justru menurutnya, pemerintah sudah seharusnya menyiapkan segala instrumen, baik regulasi maupun infrastruktur ekonomi untuk menerapkan suatu kebijakan penanganan Covid-19.
Misalnya ketika memutuskan penerapan PSBB, mestinya kebutuhan pokok dan penghidupan masyarakat sehari-hari bisa dipastikan tercukupi.
Bambang Istianto mencontohkan pelaksanaan kebijakan PSBB di DKI Jakarta, yang sudah berjalan pada fase kedua dan akan berakhir tanggal 22 Mei 2020 mendatang.
Katanya, selama PSBB berlangsung banyak reaksi masyarakat yang beragam. Mulai dari jengkel, putus asa, jenuh ketika berada di rumah, karena tidak bisa mencari nafkah.
"Sedangkan persediaan kebutuhan sehari hari menipis, membuat masyarakat semakin menjerit. Kondisi tersebut tentunya juga dialami di daerah yang sudah melaksanakan PSBB," terangnya.
Hal yang sebaliknya justru akan terjadi, jika pemerintah mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari masyarakat selama PSBB. Misalnya terkait reaksi masyarakat tidak akan berlebihan menanggapi kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, dan atau tidak stress selama berada di rumah.
"Karena itu, bantuan sembako dan BLT (bantuan langsung tunai) yang memadai selama diterapkan PSBB harus dipastikan. Karena wacana relaksasi PSBB yang disampaikan oleh Mahfud MD adalah bentuk inkonsistensi kebijakan," demikian Bambang Istianto.
Sumber: rmol.id
Loading...
loading...