INHU, Berita Info Inhil - Puluhan buruh yang tergabung dalam Serikat Pekerja Transport Indonesia (SPTI), mengaku sangat dirugikan oleh kebijakan managemen Pabrik Kelapa Sawit (PKS) PT Mega Nusa Inti Sawit yang ada di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau.
Dimana, setiap tandan buah segar (TBS) yang masuk ke PKS milik Sinarmas Group tersebut, buruh diwajibkan untuk melakukan pembongkaran secara manual.
Walau TBS yang berasal dari kebun milik KUD yang merupakan mitra perusahaan itu diangkut dengan menggunakan dum truk, namun sistim bongkar harus tetap dilakukan secara manual. Hal ini dinilai sangat merugikan para buruh.
"Kebijakan ini sangat merugikan kami kaum buruh. Dan sakitnya lagi, ketika TBS yang berasal dari kebun inti milik perusahaan yang pembongkaran nya tidak menggunakan jasa kami dari SPTI, pembongkaran nya boleh dilakukan dengan menggunakan dum atau sistim tuang lansung."
Demikian diungkapkan, Andi, Ketua II SPTI PKS PT Mega Nusa, kepada Riaulink.com, Selasa (31/3/2020) di Belilas.
"Tidak hanya cara pembongkaran yang memberatkan dan merugikan kami, upah yang dibayarkan pihak perusahaan, juga sangat rendah dibanding dengan PKS lain yang ada di Inhu," ketus Andi.
Dengan demikian sebut Andi, pihaknya berharap kepada instansi terkait dalam hal ini Dinas Tenaga Kerja, Kabupaten Inhu, untuk dapat membantu penyelesaian sengketa dan kesenjangan ini.
Karena jika tidak, para buruh pabrik yang tergabung dalam SPTI itu, mengancam akan melakukan mogok kerja. "Jika ini tidak selesai, kami akan mogok. Karena kebijakan yang bersifat merugikan buruh ini, baru saja diterapkan oleh managemen sekarang, bukan sejak awal pabrik ini berdiri," tutup Andi.
Menanggapi hal itu, Wahyu selaku Manager PKS PT Mega Nusa, saat dikonfirmasi RiauLink.com via selulernya, tidak bersedia memberikan jawaban.
Baik terkait sistim bongkar TBS, maupun terkait kecilnya upah yang mereka bayarkan terhadap kaum buruh. Diketahui, upah yang diterima para buruh tersebut, hanya sebesar Rp9.500 per ton dari yang seharusnya Rp17.000 per ton.
Dimana, setiap tandan buah segar (TBS) yang masuk ke PKS milik Sinarmas Group tersebut, buruh diwajibkan untuk melakukan pembongkaran secara manual.
Walau TBS yang berasal dari kebun milik KUD yang merupakan mitra perusahaan itu diangkut dengan menggunakan dum truk, namun sistim bongkar harus tetap dilakukan secara manual. Hal ini dinilai sangat merugikan para buruh.
"Kebijakan ini sangat merugikan kami kaum buruh. Dan sakitnya lagi, ketika TBS yang berasal dari kebun inti milik perusahaan yang pembongkaran nya tidak menggunakan jasa kami dari SPTI, pembongkaran nya boleh dilakukan dengan menggunakan dum atau sistim tuang lansung."
Demikian diungkapkan, Andi, Ketua II SPTI PKS PT Mega Nusa, kepada Riaulink.com, Selasa (31/3/2020) di Belilas.
"Tidak hanya cara pembongkaran yang memberatkan dan merugikan kami, upah yang dibayarkan pihak perusahaan, juga sangat rendah dibanding dengan PKS lain yang ada di Inhu," ketus Andi.
Dengan demikian sebut Andi, pihaknya berharap kepada instansi terkait dalam hal ini Dinas Tenaga Kerja, Kabupaten Inhu, untuk dapat membantu penyelesaian sengketa dan kesenjangan ini.
Karena jika tidak, para buruh pabrik yang tergabung dalam SPTI itu, mengancam akan melakukan mogok kerja. "Jika ini tidak selesai, kami akan mogok. Karena kebijakan yang bersifat merugikan buruh ini, baru saja diterapkan oleh managemen sekarang, bukan sejak awal pabrik ini berdiri," tutup Andi.
Menanggapi hal itu, Wahyu selaku Manager PKS PT Mega Nusa, saat dikonfirmasi RiauLink.com via selulernya, tidak bersedia memberikan jawaban.
Baik terkait sistim bongkar TBS, maupun terkait kecilnya upah yang mereka bayarkan terhadap kaum buruh. Diketahui, upah yang diterima para buruh tersebut, hanya sebesar Rp9.500 per ton dari yang seharusnya Rp17.000 per ton.
Loading...
loading...