BERITA INFO INHIL - Wakil Presiden Maruf Amin mengusulkan kebijakan pandemi virus corona yang disusun pemerintah berdasarkan fiqih Islam. Sebab pandemi Covid-19 yang menyerang hampir semua negara di dunia berdampak sangat luas dan multidimensi.
Ini memaksa semua negara menetapkan kebijakan khusus untuk menanggulanginya, terutama di sektor ekonomi dan kehidupan keagamaan. Maruf Amin menilai fiqih Islam dapat memberikan pencerahan dan petunjuk dalam penetapan kebijakan tersebut.
“Masa pandemi Covid-19 saat ini, hampir semua negara mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi yang sangat signifikan. Bahkan ada beberapa negara yang ekonominya terdampak sangat serius sehingga membutuhkan bantuan dari negara lain. Salah satu cara yang dapat menjadi acuan dalam menghadapi Covid-19 ini adalah peran fiqih Islam yang diharapkan dapat memberikan pencerahan dan petunjuk agar kebijakan terbaik dapat diambil,” kata Wakil Presiden Maruf Amin dalam keterangan tertulis yang diunggah di laman resmi kominfo.go.id, Senin (11/5/2020).
Wapres menilai fiqih Islam dapat memberikan solusi dan sumbangan pemikiran untuk mengatasi pandemi Covid-19 beserta seluruh dampaknya. Yaitu, fiqih Islam yang ditujukan untuk memberikan kemaslahatan bagi umat seluruh dunia, bukan untuk menyulitkan kehidupan.
“Pada dasarnya ajaran Islam diturunkan oleh Allah SWT tidak untuk menyulitkan pemeluknya, apabila dalam kondisi tidak normal pelaksanaan ibadah bisa dilakukan dengan menyesuaikan kondisi yang ada. Kondisi tidak normal tersebut bisa berupa masyaqqah atau dharurah syar’iyyah,” terang Wapres.
Wapres menjelaskan bahwa dalam kehidupan keagamaan terutama di negara yang berpenduduk Islam, para ulama bersepakat melakukan telaah ulang (I’adatu an-nadhar) terhadap pandangan keagamaannya, mereka melakukan ijtihad untuk menetapkan fatwa baru yang lebih relevan dengan kondisi pandemi. Fatwa tersebut menjadi panduan umat Islam di negara masing-masing.
“Bagaimana melaksanakan ibadah di tengah pendemi Covid-19, baik untuk tenaga medis, para penderita, ataupun umat Islam pada umumnya, tentang tata cara pemulasaraan jenazah (tajhiz al-janaiz) pasien positif Covid-19 yang sesuai protokol kesehatan, dan fatwa terkait instrumen ekonomi yang dapat digunakan sebagai mitigasi dampak pandemi Covid-19,” jelasnya.
Kondisi saat ini, lanjutnya, hifdzu an-nafsi (menjaga keselamatan jiwa) menjadi pertimbangan paling utama dalam menetapkan fatwa, karena tidak ada alternatif penggantinya. Hal inilah yang pertimbangan utama dalam upaya-upaya yang dilakukan, seperti kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), penerapan social distancing, bekerja, belajar, dan beribadah dari rumah serta melaksanakan test Covid-19 secara massal, serta peningkatan kapasitas layanan kesehatan secara baik.
Wapres mengatakan bahwa fiqih Islam juga dapat diterapkan dalam membantu pelaksanaan penanggulangan dampak ekonomi yang terjadi. Karena fiqih mempunyai karakter solutif terhadap permasalahan yang muncul (makharij fiqhiyah) dan meringankan (at-taysir) dalam penetapan kebijakan aplikatifnya, seperti pemberlakuan relaksasi bagi kelompok terdampak dalam menjalankan kewajiban finansialnya.
“Di Indonesia fokus dalam menjaga tingkat kesejahteraan masyarakat terutama bagi mereka yang miskin dan rentan, beragam upaya dilakukan seperti memberikan bantuan langsung kepada masyarakat miskin dan rentan, baik itu bantuan sosial berupa uang tunai maupun bantuan dalam bentuk kebutuhan bahan pokok, pemberian keringanan pembayaran listrik, bagi masyarakat paling bawah dengan pembebasan pembayaran tagihan selama 3 bulan, serta terjaminnya kebutuhan bahan pokok,” katanya mencontohkan.
Wapres menilai Pemerintah telah berupaya untuk menjaga kegiatan usaha agar tidak mengalami pemburukan yang lebih dalam melalui kebijakan pemberian stimulus fiskal, kebijakan moneter, serta membantu sektor keuangan. Upaya tersebut, menurutnya, dapat dilakukan juga oleh para pemimpin negara-negara muslim yang terdampak Covid-19.
“Kebijakan Pemerintah tersebut merupakan manifestasi dari tanggung jawabnya menjaga kemaslahatan masyarakat, karena Pemerintah harus bersikap seperti disebut dalam kaidah (tashoruful imaam ‘ala ro’iyah manuutun bil mashlahah),” tuturnya.
Pada kesempatan tersebut, Wapres menyampaikan terima kasih dan apresiasinya atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk dapat memberikan pengantar pada Simposium Tahunan Ekonomi Islam Al Baraka yang ke-40.
“Merupakan kehormatan bagi Saya untuk dapat berbicara pada forum Ekonomi Islam tertua yang diikuti oleh pemerhati ekonomi Islam, para ahli fiqih syariah, serta para ahli hukum Islam dari seluruh dunia,” ucapnya.
Menutup sambutannya, Wapres mengajak semua peserta dan pengambil kebijakan dari negara-negara muslim untuk bersatu, saling membantu, saling bahu membahu membangun kerjasama, dan saling tolong menolong (at-ta’awun wat-tanashur).
“Sehingga kita dapat menangani pandemi ini dengan baik dan kita juga dapat membantu negara-negara yang membutuhkan untuk segera pulih,” kata Wapres.
Sumber: suara.com
Ini memaksa semua negara menetapkan kebijakan khusus untuk menanggulanginya, terutama di sektor ekonomi dan kehidupan keagamaan. Maruf Amin menilai fiqih Islam dapat memberikan pencerahan dan petunjuk dalam penetapan kebijakan tersebut.
“Masa pandemi Covid-19 saat ini, hampir semua negara mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi yang sangat signifikan. Bahkan ada beberapa negara yang ekonominya terdampak sangat serius sehingga membutuhkan bantuan dari negara lain. Salah satu cara yang dapat menjadi acuan dalam menghadapi Covid-19 ini adalah peran fiqih Islam yang diharapkan dapat memberikan pencerahan dan petunjuk agar kebijakan terbaik dapat diambil,” kata Wakil Presiden Maruf Amin dalam keterangan tertulis yang diunggah di laman resmi kominfo.go.id, Senin (11/5/2020).
Wapres menilai fiqih Islam dapat memberikan solusi dan sumbangan pemikiran untuk mengatasi pandemi Covid-19 beserta seluruh dampaknya. Yaitu, fiqih Islam yang ditujukan untuk memberikan kemaslahatan bagi umat seluruh dunia, bukan untuk menyulitkan kehidupan.
“Pada dasarnya ajaran Islam diturunkan oleh Allah SWT tidak untuk menyulitkan pemeluknya, apabila dalam kondisi tidak normal pelaksanaan ibadah bisa dilakukan dengan menyesuaikan kondisi yang ada. Kondisi tidak normal tersebut bisa berupa masyaqqah atau dharurah syar’iyyah,” terang Wapres.
Wapres menjelaskan bahwa dalam kehidupan keagamaan terutama di negara yang berpenduduk Islam, para ulama bersepakat melakukan telaah ulang (I’adatu an-nadhar) terhadap pandangan keagamaannya, mereka melakukan ijtihad untuk menetapkan fatwa baru yang lebih relevan dengan kondisi pandemi. Fatwa tersebut menjadi panduan umat Islam di negara masing-masing.
“Bagaimana melaksanakan ibadah di tengah pendemi Covid-19, baik untuk tenaga medis, para penderita, ataupun umat Islam pada umumnya, tentang tata cara pemulasaraan jenazah (tajhiz al-janaiz) pasien positif Covid-19 yang sesuai protokol kesehatan, dan fatwa terkait instrumen ekonomi yang dapat digunakan sebagai mitigasi dampak pandemi Covid-19,” jelasnya.
Kondisi saat ini, lanjutnya, hifdzu an-nafsi (menjaga keselamatan jiwa) menjadi pertimbangan paling utama dalam menetapkan fatwa, karena tidak ada alternatif penggantinya. Hal inilah yang pertimbangan utama dalam upaya-upaya yang dilakukan, seperti kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), penerapan social distancing, bekerja, belajar, dan beribadah dari rumah serta melaksanakan test Covid-19 secara massal, serta peningkatan kapasitas layanan kesehatan secara baik.
Wapres mengatakan bahwa fiqih Islam juga dapat diterapkan dalam membantu pelaksanaan penanggulangan dampak ekonomi yang terjadi. Karena fiqih mempunyai karakter solutif terhadap permasalahan yang muncul (makharij fiqhiyah) dan meringankan (at-taysir) dalam penetapan kebijakan aplikatifnya, seperti pemberlakuan relaksasi bagi kelompok terdampak dalam menjalankan kewajiban finansialnya.
“Di Indonesia fokus dalam menjaga tingkat kesejahteraan masyarakat terutama bagi mereka yang miskin dan rentan, beragam upaya dilakukan seperti memberikan bantuan langsung kepada masyarakat miskin dan rentan, baik itu bantuan sosial berupa uang tunai maupun bantuan dalam bentuk kebutuhan bahan pokok, pemberian keringanan pembayaran listrik, bagi masyarakat paling bawah dengan pembebasan pembayaran tagihan selama 3 bulan, serta terjaminnya kebutuhan bahan pokok,” katanya mencontohkan.
Wapres menilai Pemerintah telah berupaya untuk menjaga kegiatan usaha agar tidak mengalami pemburukan yang lebih dalam melalui kebijakan pemberian stimulus fiskal, kebijakan moneter, serta membantu sektor keuangan. Upaya tersebut, menurutnya, dapat dilakukan juga oleh para pemimpin negara-negara muslim yang terdampak Covid-19.
“Kebijakan Pemerintah tersebut merupakan manifestasi dari tanggung jawabnya menjaga kemaslahatan masyarakat, karena Pemerintah harus bersikap seperti disebut dalam kaidah (tashoruful imaam ‘ala ro’iyah manuutun bil mashlahah),” tuturnya.
Pada kesempatan tersebut, Wapres menyampaikan terima kasih dan apresiasinya atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk dapat memberikan pengantar pada Simposium Tahunan Ekonomi Islam Al Baraka yang ke-40.
“Merupakan kehormatan bagi Saya untuk dapat berbicara pada forum Ekonomi Islam tertua yang diikuti oleh pemerhati ekonomi Islam, para ahli fiqih syariah, serta para ahli hukum Islam dari seluruh dunia,” ucapnya.
Menutup sambutannya, Wapres mengajak semua peserta dan pengambil kebijakan dari negara-negara muslim untuk bersatu, saling membantu, saling bahu membahu membangun kerjasama, dan saling tolong menolong (at-ta’awun wat-tanashur).
“Sehingga kita dapat menangani pandemi ini dengan baik dan kita juga dapat membantu negara-negara yang membutuhkan untuk segera pulih,” kata Wapres.
Sumber: suara.com
Loading...
loading...