JAKARTA, Berita Info Inhil - Bupati Kepulauan Meranti Drs. H. Irwan Nasir M.Si, meminta pemerintah pusat lebih fokus dan serius mendorong pengembangan komoditi sagu. Salah satunya dengan mengembangkan food industry sagu sehingga pasar produk berbahan sagu semakin luas.
Permintaan itu disampaikan Irwan saat menjadi narasumber pada focus group discussion (FGD) Akselerasi Peningkatan Tiga Kali Lipat Ekspor Komoditi Sagu serta Produk Turunannya. FGD ini digelar oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan) di ruang rapat Gedung C Kementan di Jakarta, Selasa (10/3).
FGD ini sendiri dipimpin Sekretaris Dirjen Perkebunan Antarjo Dikin. Terlihat hadir Direktur Pengolahan Pemasaran Perkebunan Ditjen Perkebunan Dedi Junaidi, pejabat dari Kementerian Perdagangan, pakar sagu Prof Bintoro, sejumlah pengusaha food industry, serta beberapa pejabat dari daerah penghasil Papua dan Sulawesi Selatan. Sedang dari Meranti, ikut mendampingi Kepala Bappeda Makmun Murod, Kadis Perkebunan dan Hortikultura Tengku Efendi, dan Kabag Humas dan Protokoler Rudi Hasan.
"Hampir seluruh sagu yang diekspor berasal dari Meranti. Khusus dari Meranti banyak diekspor langsung ke Malaysia dalam bentuk sagu basah. Di sana diolah menjadi food industry dengan kemasan yang menarik dan rasa yang enak," cerita Bupati.
Kondisi ini terjadi, jelas Irwan, karena pengembangan food industry di Malaysia lebih maju. Bahkan mereka mengekspor kembali dengan nilai tambah ekonomi yang lebih tinggi.
"Jika di Papua ada anggapan sagu punya Papua tapi Meranti punya nama. Namun kami di Meranti malah ada anggapan Meranti punya sagu Malaysia punya nama," sebutnya yang disambut tawa peserta FGD.
Untuk itulah Irwan berharap pelaku usaha food industry di tanah air lebih banyak menggunakan sagu sebagai salah satu bahan baku produk. Dia mencontohkan banyak produk turunan yang sudah dikeluarkan pelaku industri kecil berbasis sagu di Meranti seperti mie sagu, beras analog sagu, dan gula sagu.
Bahkan Irwan menyarankan agar pihak Kementerian bisa meninjau bagaimana food industry di Batu Pahat Malaysia dalam mengolah produk turunan sagu. "Kenyataannya sagu memiliki pasar yang sangat luas," tegasnya.
Irwan juga mengakui produk sagu Meranti terutama sagu memang dikenal luas. Namun di Meranti sendiri susah membeli tepung sagu di pasaran secara bebas. Hal ini karena belum dipanen, batang-batang sagu sudah dibeli pelaku usaha pengolahan sagu.
"Jika ada yang ingin beli 10 ton saja saya yakin akan antre seminggu karena produk tepung sagu di kilang-kilang sagu tersebut sudah ada yang punya," ungkapnya.
Saat ini tujuan pasar utama produk tepung sagu Meranti adalah Malaysia dan Cirebon. Selain itu diekspor ke Korea Selatan dan Jepang.
"Untuk meningkatkan produksi sagu, kami di Meranti telah membuat kebijakan melarang tanaman sawit karena tanah di Meranti itu gambut. Untuk itu kami juga butuh program konservasi," tegas Irwan.
Dalam kesempatan itu Bupati Irwan juga mengenalkan peserta dengan Ny Saptarini, salah seorang pakar pengolahan makanan berbasis sagu dari Universitas Trisakti.
Sementara itu Prof Bintoro menjelaskan prospek sagu sebagai tanaman asli Indonesia sangat potensial. "Sagu adalah bahan pangan yang sehat, bisa diolah menjadi gula dan bioenergi," jelas dia.
Prof Bintoro juga memaparkan impor beras tanah air terus meningkat bahkan tahun 2018 mencapai 1,04 juta ton. Sedangkan impor gula 2017 mencapai 4,47 juta ton. Demikian pula Impor gandum mencapai 10 juta ton lebih.
Peluang pasar sagu juga dipaparkan oleh Ny. Iriana Trimurty Ryacudu, Direktur Pengembangan Pasar dan Informasi Ekspor Ditjen Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan. Menurutnya saat ini ada kebutuhan sagu mencapai satu juta ton dari Amerika Serikat.
"Kebutuhan sagu Amerika itu mencapai satu juta ton. Dan ini peluang karena belum terpenuhi," ungkap dia.
Sesditjen Antarjo pula menjelaskan ke depan perlu komitmen lintas sektoral untuk mengembang sagu. Selain potensinya besar juga tanaman asli Indonesia.
"Memang kita perlu sinergitas, membuat grand design yang dilaksanakan bersama, membuka akses pasar dan melakukan konservasi," tegas dia.
Kerjasama Produk Walet
FGD ini pula dimanfaatkan Irwan untuk melaporkan mengenai usaha sarang burung walet di Kepulauan Meranti. Menurutnya banyak bangunan sarang walet yang dibangun di perkebunan sagu di nilai produksi ratusan ton pertahun.
"Namun sayang belum memberi sumbangan yang baik terhadap pendapatan daerah karena belum ada kerjasama yang baik antara pemerintah daerah dengan petugas Karantina di lapangan," ungkap Bupati.
Padahal walet tersebut diekspor dengan harga fantastis ke China. Berhubung dalam pertemuan tersebut ada pejabat karantina yang ada dibawah naungan Kementan, Irwan meminta bisa mengkondisikan petugas karantina di lapangan mau bekerjasama dalam pengawalan ekspor sarang walet sehingga memberi sumbangsih pada pendapatan daerah.(Rls/Aldo)