MGI - Pada Kamis (27/6/2019) sembilan hakim Mahkamah Konstitusi telah mengeluarkan putusan menolak seluruh permohonan sengketa perselisihan hasil pemilu (PHPU) Pilpres 2019 yang diajukan pasangan calon nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Putusan dikeluarkan secara bulat atau tidak terdapat dissenting opinion (perbadaan pendapat) di antara para hakim.
“Amar putusan menyatakan dalam eksepsi menolak eksepsi termohon dan pihak terkait untuk seluruhnya. Dalam pokok permohonan, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua Majelis Hakim Anwar Usman saat sidang pleno pembacaan putusan sengketa PHPU Pilpres 2019 di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis (27/6/2019) malam.
Anwar Usman mengatakan, sengketa PHPU Pilpres ini diputuskan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) oleh sembilan hakim konstitusi pada 24 Juni 2019. RPH dipimpin oleh hakim Anwar Usman selaku ketua merangkap anggota, Aswanto, Wahiduddin Adams, Arief Hidayat, I Dewa Gede Palguna, Suhartoyo, Manahan Sitompul, Saldi Isra dan Enny Nurbaningsih masing-masing sebagai anggota.
Dalam kesimpulan, kata Anwar, terdapat lima poin. Pertama, Mahkamah berwenang mengadili perkara a quo. Kedua, Mahkamah juga menilai bahwa Prabowo-Sandi memiliki kendudukan hukum.
Ketiga, permohonan diajukan masih dalam tenggat waktu yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan. “Keempat, eksepsi termohon dan pihak terkait tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya. Kelima, permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum,” ujarnya.
Selama persidangan berlangsung, Majelis hakim secara bergantian membacakan gugatan pemohon, jawab termohon dan pihak terkait, serta alasan dan pertimbangan hakim terhadap dalil-dalil pemohon, sehingga mereka sepakat untuk menolak seluruh gugatan paslon 02.
Berikut alasan-alasan MK menolak gugatan PHPU yang diajukan pasangan nomor urut 02, Prabowo-Sandiaga:
1. Ajakan Memakai Baju Putih di TPS.
Kubu Prabowo-Sandi menganggap ajakan Jokowi kepada pendukungnya untuk mengenakan baju putih saat berada di TPS sebagai sebuah kecurangan serius. Pasangan 02 pun meminta MK untuk membatalkan keputusan KPU yang menyatakan pasangan 01 unggul dalam Pilpres 2019. Mahkamah menganggap pihak 02 tidak bisa menjelaskan secara terperinci korelasi antara seruan penggunaan baju putih dan peningkatan perolehan suara 01. Sehingga, MK meninlai dalil pemohon a quo tidak relevan dan harus dikesampingkan.
2. Dukungan Kepala Daerah terhadap Jokowi-Ma’ruf
Pasangan 02 menganggap ada kecurangan bersifat terstruktur, sistematis, dan masif terhadap pasangan 01 dengan adanya pernyataan dukungan dari sejumlah kepala daerah. Hakim MK mengatakan, persoalan yang sama sudah ditindaklanjuti oleh pihak lain yang berwenang, yakni Bawaslu. Bawaslu telah memutuskan tidak ada pelanggaran dalam masalah tersebut. Hakim MK juga menegaskan bahwa pihaknya hanya mengadili perkara-perkara pemilu yang belum ditangani oleh lembaga lain.
3. TPS Siluman
Pihak 02 menuding ada 2.984 TPS siluman yang terkait dengan penggelembungan 895.200 suara. Hakim MK menganggap pihak pemohon (Prabowo-Sandi) tidak bisa menunjukkan lokasi TPS siluman itu. Pemohon juga tidak mampu menjelaskan dengan yakin tentang proses penggelembungan suara yang terjadi dan siapa pihak yang diuntungkan.
4. 2.871 Suara yang Hilang
Pasangan Prabowo-Sandi mengatakan kehilangan 2.871 suara setiap hari dalam proses penghitungan suara di Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) KPU. Sementara, mereka menuding kubu Jokowi-Ma’ruf mendapatkan peningkatan 900 suara.
MK mengatakan dalil tersebut tidak beralasan. Pemohon dianggap tidak bisa menjelaskan korelasi sistem hitung cepat dan perolehan suara pada rekapitulasi akhir. Hakim juga menganggap tayangan video yang dijadikan alat bukti oleh pemohon tidak cukup kuat untuk membuktikan dalil yang disampaikan.
5. Penghitungan Suara Versi 02
Pihak pemohon menyebutkan bahwa perolehan suara mereka sebesar 52%, sementara Jokowi-Ma’ruf sebesar 48%. Hitungan itu berbeda dengan hasil KPU, yang menyebutkan Jokowi-Ma’ruf mendapatkan 55,5% dan Prabowo-Sandi 44,5%. MK juga menolak hasil penghitungan suara versi Prabowo-Sandi, karena mereka tidak bisa menunjukkan bukti yang kuat tentang asal perolehan suara itu. Pemohon tidak melampirkan bukti rekapitulasi suara lengkap di setiap TPS.
6. Kesalahan Situng
Kubu 02 menganggap banyak terjadi kesalahan dalam Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) yang dilakukan KPU. Perbedaan data suara yang tertulis dengan formulir C1. Hakim MK menolak dalil itu dengan alasan Situng pada situs KPU merupakan informasi yang bisa diakses publik dan tidak digunakan untuk menentukan suara sah hasil pemungutan suara.
7. Pengaturan Suara
Tim hukum Prabowo-Sandia menyebut ada indikasi pengaturan suara tidak sah di sejumlah daerah, seperti di Magetan dan Madiun. MK menolak dalil itu karena pemohon tidak bisa menunjukkan bukti secara lengkap terkait dugaan kecurangan di dua kabupaten tersebut.
8. Penggelembungan Suara
Tim 02 menyebutkan ada penggelembungan suara ketika penghitungan suara pada 17 April 2019. Dasar tuduhan adalah jumlah suara tidak sah yang dinilai sangat besar, yang mengakibatkan penggelembungan suara antara 16,7 juta sampai 30,4 juta suara.
MK menganggap tuduhan itu hanya asumsi tanpa bukti yang cukup kuat.
9. Pelanggaran Dana Kampanye
Tim hukum Prabowo-Sandi menyoroti sumbangan dari perkumpulan Golfer TRG sebesar Rp 18,197 miliar dan perkumpulan Golfer TBIG sebesar Rp 19,724 miliar. MK menilai, dana kampanye paslon 01 sudah sesuai aturan. MK mengaku sudah mempelajari bukti yang dihadirkan pemohon, termohon, dan pihak terkait. MK menyimpulkan bahwa dana kampanye pasangan 01 sudah dilaporkan kepada KPU dan sudah diaudit kantor akuntan publik yang ditunjuk oleh KPU.
10. 17,5 Juta DPT Tidak Valid
Tim 02 mengatakan ada 17,5 juta pemilih yang ada di daftar pemilih tetap (DPT) tidak valid. Majelis Hakim MK menilai tidak ada bukti kuat terhadap dalil tersebut. Setelah diperiksa, dalam hal bukti P155, tidak ditemukan 17,5 juta suara invalid yang ada dalam DPT karena pemohon tidak dapat menunjukan di TPS mana saja mereka terdaftar.
11. Posisi KH Ma’ruf Amin di BUMN
Paslon 02 mengaggap posisi cawapres 01, KH Ma’ruf Amin sebagai dewan pengawas syariah di Bank BNI Syariah dan Bank Mandiri Syariah, sebagai pelanggaran, sehingga harus didiskualifikasi. MK menilai, tuduhan jabatan Dewan Pengawas Syariah (DPS) sebagai karyawan BUMN tidak dapat dibuktikan. Berdasarkan UU tentang Perbankan Syariah, DPS adalah organ yang terafiliasi dengan bank syariah, namun ditempatkan berbeda dengan komisaris atau direksi. Sehingga, DPS bukan bagian dari karyawan. [bs]
Loading...
loading...