Malapetaka Metode Blusukan ala Jokowi dalam Kampanye Politik - Pusat Informasi Indragiri Hilir

Selasa, 14 Juli 2020

Malapetaka Metode Blusukan ala Jokowi dalam Kampanye Politik

Malapetaka Metode Blusukan ala Jokowi dalam Kampanye Politik

BERITA INFO INHIL - Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jaleswari Pramodhawardani berpendapat, blusukan yang dilakukan oleh calon presiden nomor urut dua, Joko Widodo memberikan nilai positif dan efektif untuk menjadi pondasi demi kepentingan rakyat dan pemimpinnya (8/7/2014).

Metode Blusukan dalam Kampanye Pilpres Ala Joko Widodo

Metode blusukan Joko Widodo sebelum menjadi Presiden RI rupanya efektif mendulang simpati publik. Ia gemar bersafari ke masyarakat, melakukan komunikasi langsung guna menyerap aspirasi masyarakat.

Pendekatan sosial ini pun mendapat apresiasi dari banyak pihak. Keberadaan media sebagai penyalur informasi ikut andil dalam me-konstruksi persepsi kolektif "Joko Widodo dekat dengan masyarakat".

Perolehan suara dalam Pilpres 2014 lalu yang mencatat kemenangan bagi Joko Widodo berpasangan dengan Jusuf Kalla tidak terlepas dari efek kampanye metode blusukan. Saat itu rival politiknya adalah Prabowo Subianto berpasangan dengan Hatta Rajasa.

Pada Pilpres tersebut, dikutip dari laman Kompas.com (22/7/2014) "Komisi Pemilihan Umum menetapkan pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla sebagai peraih suara terbanyak Pemilu Presiden 2014. Keduanya meraih kemenangan 70.997.85 suara (53,15 persen) pada Pemilu Presiden 2014. Jumlah itu berselisih 8.421.389 suara dari pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, yang meraih 62.576.444 suara (46,85 persen)".

Pada periode keduanya Joko Widodo mencoba kembali keberuntungan dengan mengadopsi metode blusukan. Tidak hanya berpusat di Jawa, akan tetapi menyambangi masyarakat di luar pulau Jawa seperti yang dilakukannya di Kupang, Nusa Tenggara Timur pada 8/4/2019.

Kampanye dilakukan di lapangan Sitarda Lasiana, Kupang, Nusa Tenggara Timur. Dalam kegiatan kampanye tersebut, masyarakat sangat antusias. Selain orasi politik, Joko Widodo membagikan kaos (atribut kampanye) kepada masa yang hadir.

Metode blusukan Joko Widodo yang tidak Jawasentris tidak sebatas kampanye  politik namun dibuktikan realisasi kebijakan pembangunan tujuh bendungan di Nusa Tenggara Timur. Bendungan tersebut antara lain Raknamo (Kab. Kupang), Manikan (Kab. Kupang), Kolhua (Kota Kupang), Lambo (Kab. Nagekeo), Temef (Kab. Timur Tengah Selatan), Napung Gete (Kab. Sikka), dan Rotiklot (Kab. Belu). Ini salah satu contoh konsentrasi pembangunan di luar pulau Jawa.

Dalam dua perhelatan kontestasi politik Pilpres (2014  dan 2019) yang dimenangkan oleh Joko Widodo, NTT termasuk salah satu provinsi yang berhasil dimenangkannya.

Pada pemilu 2014 Joko Widodo berpasangan dengan Jusuf Kalla memperoleh suara 65.92 % sedangkan pasangan Prabowo - Hatta memperoleh suara 34.08 % di NTT. Begitu juga dengan perolehan suara dalam Pilpres 2019 Joko Widodo berpasangan dengan Maruf Amin mendominasi di NTT.

Pilkada 2020 di Tengah Pandemi

Pandemi Covid-19 yang kemunculannya di Wuhan, China sudah menyebar ke berbagai negara di dunia. Tidak terkecuali Indonesia. Penyakit ini sangat berbahaya hingga menelan banyak korban. Di Indonesia per Senin 13/7 jumlah kasus positif sebanyak 76.981. Pasien sembuh berjumlah 36.689 dan pasien meninggal 3.656 (Sumber: Kompas.com).

Dalam konteks Pilkada serentak yang mencakup pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakilnya, rencananya akan digelar pada tanggal 9 Desember 2020. Kendati pandemi Covid-19 masih ada, Pilkada serentak tetap dilaksanakan. Tentu saja ada pertimbangan mendasar soal urgensi Pilkada serentak tetap dilaksanakan.

Hal itu tertuang dalam pasal 8C Peraturan KPU Nomor 5 Tahun 2020 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Penyelenggaraan Pilkada Tahun 2020. (Sumber: CNN Indonesia).

Seperti yang kita ketahui bersama bahwa di dalam tahapan Pilkada atau pemilu pada umumnya di Indonesia maupun di banyak Negara ada satu tahapan kampanye pemilu. Kampanye pemilu bisa dilakukan dua cara; secara langsung dan tak langsung. Berikut dalam kampanye juga ada atribut kampanye; baliho dan kaos.

Dalam kampanye langsung, kandidat akan menemui warga (konstituen) secara langsung. Baik itu dilakukan di tempat umum dengan menyiapkan fasilitas panggung dan sebagainya ataupun metode blusukan berjalan menemui warga dan berjabatan tangan. Sementara kampanye tidak langsung melalui media massa atau cetak.

Dalam situasi pandemi Covid-19 ini, kampanye langsung seperti blusukan ke masyarakat berpotensi terkena virus. Kendati telah ada aturan menggunakan berbagai macam protokol kesehatan seperti masker dan jaga jarak tetap akan ada kemungkinan melanggar.

Apalagi di tempat terbuka, tidak menjamin bisa mengendalikan masa dalam jumlah banyak. Sehingga metode blusukan yang acap kali digunakan oleh Presiden Joko Widodo ini sebaiknya dihindari. Alternatif kampanye tak langsung menjadi pilihan. Tinggal memanfaatkan media massa atau cetak.

Metode blusukan ala Joko Widodo dalam kampanye politik berbeda situasinya dengan sekarang. Dulu belum ada Covid-19 sehingga tidak ada bahaya yang mengancam keselamatan ketika melakukan blusukan. Sekarang ini jika hal itu tetap dipakai dalam berkampanye maka akan beresiko mendatangkan malapetaka. Maka perlu dipertimbangkan hal ini guna menghindari munculnya klaster baru Covid-19.

sumber: kompasiana.com




Loading...
loading...

Berita Lainnya

Berita Terkini

© Copyright 2019 Infoinhil.com | All Right Reserved